Cerita Nabi Musa dan Perempuan Indah Pezina

Pada suatu senja yang senggang, seorang perempuan Bani Israil berjalan terhuyung-huyung. Pakaiannya serba hitam menggambarkan bahwa dia berada dalam kesedihan cita yang mencekam. Kerudungnya menangkup rapat hampir semua wajahnya. Tanpa rias muka atau perhiasan menempel di tubuhnya.

Kulit yang bersih, badan yang ramping dan roman mukanya yang ayu, tak dapat menghapus kesan kepedihan yang tengah merusak hidupnya disebabkan zina. Dia melangkah terseret-seret mendekati kediaman rumah Nabi Musa ‘alaihissalam (AS).

Diketuknya pintu perlahan-perlahan sambil menyatakan salam. Maka terdengarlah ucapan dari dalam "Silakan masuk". Perempuan menawan itu lalu berjalan masuk sambil kepalanya terus merunduk. Air matanya berderai tatkala dia berkata: "Duhai Nabi Allah. Bantulah aku, doakan aku supaya Maha berkenan mengampuni dosa keji aku."

"Apakah dosamu ?" tanya Nabi Musa kaget. "Aku takut mengatakannya. " jawab wanita cantik itu.

"Katakanlah jangan ragu-ragu!" desak Nabi Musa. Karenanya perempuan itupun terpatah bercerita, "Saya telah berzina,"

Mendengar itu, kepala Nabi Musa terangkat, hatinya tersentak. Perempuan itu meneruskan, "Dari perzinaan itu aku bahkan hamil, sesudah anak itu lahir, seketika saya cekik lehernya sampai tewas," ucap wanita itu seraya menangis sejadi-jadinya.

Nabi Musa berapi-api matanya. Dengan muka berang ia menghardik," Perempuan bejad, enyah kau dari sini! Agar siksaan Allah tidak jatuh ke dalam rumahku karena perbuatanmu. Pergi!" teriak Nabi Musa sambil memalingkan matanya sebab jijik. Simak info perihal kisah nabi musa disini.

Perempuan berwajah ayu dengan hati bagaikan kaca membentur batu, hancur luluh segera bangkit dan melangkah surut. Dia terantuk-antuk ke luar dari dalam rumah Nabi Musa. Ratap tangisnya amat memilukan. Dia tidak tahu harus kemana lagi hendak mengadu.

Malah dia tak tahu ingin dibawa kemana lagi kaki-kakinya. Sekiranya seorang Nabi saja telah menolaknya, bagaimana pula manusia lain bakal menerimanya? Terbayang olehnya alangkah besar dosanya, betapa jahat perbuatannya.

Malaikat Jibril pun turun mendatangi Nabi Musa. Sang Ruhul Amin Jibril lalu bertanya, "Mengapa engkau menolak seorang wanita yang hendak bertobat dari dosanya? Tidakkah engkau tahu dosa yang lebih besar daripadanya? " Nabi Musa bahkan terperanjat. "Dosa apakah yang lebih besar dari kekejian perempuan pezina dan pembunuh itu?" Karenanya Nabi Musa dengan penuh rasa ingin tahu bertanya kepada Jibril.

"Betulkah ada dosa yang lebih besar dari pada perempuan yang nista itu?" tanyanya. "Ada!" jawab Jibril dengan tegas. "Dosa apakah itu?" tanya Musa semakin penasaran.

Jibril menjawab: "Orang yang meninggalkan salat dengan sengaja dan tanpa menyesal. Orang itu dosanya lebih besar dari pada seribu kali berzina".

Sambil terkaget mendengar penjelasan ini, Nabi Musa kemudian memanggil wanita tadi untuk menghadap kembali kepadanya. Dia mengangkat tangan dengan khusuk untuk memohonkan ampunan kepada Allah untuk perempuan tersebut.

Nabi Musa menyadari, orang yang meninggalkan salat dengan sengaja dan tanpa penyesalan merupakan sama saja seperti beranggapan bahwa salat itu tidak harus dan tidak perlu atas dirinya. Berarti dia seakan-akan menganggap sepele instruksi Tuhan, pun seolah-olah menganggap Yang tak punya hak untuk membatasi dan menyuruh hamba-Nya.

Sedang orang yang bertobat dan menyesali dosanya dengan sungguh-sungguh berarti masih memiliki iman di dadanya dan yakin bahwa Allah itu berada di jalan ketaatan kepada-Nya. Itulah sebabnya Yang pasti mau mendapatkan kedatangannya.

Ibnu Qayyim Al-Jauziyah (rahimahullah) mengatakan, "Kaum muslimin berkomitmen bahwa meninggalkan salat lima waktu dengan sengaja ialah dosa besar yang paling besar dan dosanya lebih besar dari dosa membunuh, merampas harta orang lain, berzina, mencuri, dan minum minuman keras. Orang yang meninggalkannya akan mendapatkan hukuman dan kemurkaan Allah serta mendapatkan kehinaan di dunia dan akhirat."

Dalam sebuah hadis diceritakan bahwa orang yang meninggalkan salat, sehingga terlewat waktu, kemudian ia mengqadanya, maka dia akan disiksa dalam neraka selama satu huqub. Satu huqub adalah 80 tahun. Satu tahun terdiri dari 360 hari, meski satu hari di akhirat perbandingannya yaitu 1000 tahun di dunia.